Hubungi
Kericuhan Demo Free West Papua di Yogyakarta: Ancaman Bencana Sosial yang Harus Diwaspadai

Yogyakarta-Kericuhan yang terjadi dalam aksi demonstrasi Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Jalan Kusumanegara, Yogyakarta, pada Minggu (1/12/2024), membawa dampak yang lebih besar dari sekadar ketegangan sosial biasa. Meski aksi tersebut terkait dengan tuntutan politik seputar isu Papua, dinamika yang terjadi bisa berpotensi menjadi bencana sosial jika tidak segera diredam atau dicari solusi yang tepat. Dalam konteks ini, penting untuk melihat apakah kericuhan tersebut memenuhi kriteria bencana sosial menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 dan memahami faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya bencana sosial. Selain itu, perlu dianalisis bagaimana kericuhan ini bisa berkembang lebih jauh dan menjadi ancaman yang lebih besar bagi stabilitas sosial di Yogyakarta maupun di Indonesia secara umum.

Baca juga:

Berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana sosial diartikan sebagai peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan sosial masyarakat, sehingga menimbulkan kerusakan pada tatanan sosial dan dapat mengancam keselamatan jiwa, harta benda, dan kehormatan. Bencana sosial, menurut undang-undang ini, mencakup berbagai bentuk kerusuhan atau konflik sosial yang disebabkan oleh perbedaan pandangan, etnis, agama, atau kebijakan tertentu yang memicu ketegangan di masyarakat. Dalam konteks kericuhan demo AMP di Yogyakarta, ketegangan yang melibatkan mahasiswa Papua dan aparat kepolisian, serta potensi penyebaran konflik lebih luas, dapat dikategorikan sebagai bencana sosial jika tidak segera dikelola dengan baik.

Menurut para ahli sosiologi, beberapa faktor utama yang dapat memicu bencana sosial adalah ketidakadilan sosial, perbedaan etnis atau agama yang tajam, serta ketegangan politik yang tidak terselesaikan dengan baik. Ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah atau kelompok dominan dalam masyarakat juga seringkali menjadi pemicu. Dr. Djamaludin, seorang ahli sosiologi, menyatakan bahwa bencana sosial sering kali terjadi ketika masyarakat merasa terpinggirkan atau hak-haknya dilanggar. Dalam kasus aksi AMP, tuntutan yang disampaikan tentang penolakan transmigrasi ke Papua dan pengibaran Bendera Bintang Kejora menunjukkan ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan masyarakat Papua. Ketegangan ini berpotensi memicu konflik terbuka, terutama jika pihak-pihak yang terlibat merasa hak-haknya terancam atau diabaikan.

Selain itu, faktor sosial lainnya yang turut berkontribusi adalah rendahnya rasa saling pengertian antara kelompok yang terlibat dalam ketegangan. Misalnya, meskipun mahasiswa Papua mungkin merasa bahwa mereka berjuang untuk hak-hak mereka, masyarakat Yogyakarta yang tidak sepenuhnya memahami konteks politik dan sejarah Papua dapat merasa terancam atau kebingungan. Ketika ada perbedaan pandangan yang tajam dan tidak ada ruang untuk dialog terbuka, ketegangan sosial dapat dengan mudah berubah menjadi kekerasan atau kerusuhan yang lebih besar, seperti yang terlihat dalam kericuhan di Jalan Kusumanegara.

Kaitan Kericuhan Demo dengan Potensi Bencana Sosial

Kericuhan yang terjadi dalam aksi AMP di Yogyakarta pada dasarnya menggambarkan ketegangan yang telah lama terpendam. Demonstrasi yang awalnya damai mulai berubah menjadi rusuh setelah massa mengibarkan Bendera Bintang Kejora, yang memicu ketegangan dengan pihak kepolisian. Bentrokan yang terjadi tidak hanya menciptakan kerusakan fisik, tetapi juga dapat menimbulkan dampak psikologis yang lebih dalam pada masyarakat. Salah satu potensi bencana sosial dari kericuhan ini adalah meningkatnya ketegangan antara masyarakat Yogyakarta dan kelompok mahasiswa Papua yang datang untuk berunjuk rasa. Jika ketegangan ini dibiarkan tanpa penanganan yang tepat, maka bukan tidak mungkin akan ada eskalasi konflik yang lebih luas, baik antara individu maupun antar kelompok.

Baca juga:

Dalam konteks ini, tindakan aparat yang menggunakan kekuatan seperti water canon untuk membubarkan massa dapat memicu perasaan tidak puas di kalangan masyarakat Papua. Ketika perasaan tersebut tidak dikelola dengan bijak, hal ini dapat menyebabkan ketegangan sosial yang lebih besar, bahkan dapat merembet ke wilayah lain yang memiliki sejarah ketegangan serupa. Oleh karena itu, penting bagi pihak berwenang untuk segera mencari solusi yang menenangkan dan meredakan ketegangan agar konflik ini tidak berkembang menjadi bencana sosial yang lebih serius. Proses dialog yang melibatkan pihak-pihak terkait sangat penting untuk menghindari kerusakan lebih lanjut pada hubungan sosial antar kelompok.

Dalam konteks hubungan antara masyarakat Papua dan Yogyakarta, meskipun kedua kelompok ini tidak secara historis terlibat dalam konflik yang besar, ketegangan seperti ini dapat mencuat karena faktor eksternal seperti isu politik dan kebijakan pemerintah. Sejarah panjang perjuangan Papua untuk memperoleh hak-haknya seringkali tidak sepenuhnya dipahami oleh masyarakat di luar Papua, termasuk di Yogyakarta. Stereotip negatif terhadap masyarakat Papua, serta kebijakan transmigrasi yang direncanakan oleh pemerintah, dapat memperburuk hubungan antara kedua kelompok. Selain itu, adanya potensi radikalisasi dalam perjuangan politik di Papua juga bisa menambah ketegangan. Masyarakat Yogyakarta, yang mayoritas tidak terlibat langsung dalam isu Papua, dapat merasakan dampaknya ketika ketegangan ini meluas ke luar Papua.

Potensi Bencana Sosial dari Kericuhan Demo

Kericuhan yang terjadi di Yogyakarta menunjukkan potensi bencana sosial yang besar jika tidak segera dikelola dengan baik. Jika ketegangan ini tidak segera reda, kericuhan serupa bisa terjadi lagi di lokasi lain, baik di Yogyakarta maupun di kota-kota lain. Lebih jauh lagi, ketidakpuasan masyarakat Papua terhadap kebijakan pemerintah bisa memicu gerakan lebih luas yang bisa melibatkan lebih banyak kelompok. Dalam jangka panjang, jika konflik ini dibiarkan berlarut-larut, bisa mempengaruhi stabilitas sosial di seluruh Indonesia.

Kericuhan ini juga bisa berdampak pada kerusakan infrastruktur, gangguan terhadap kegiatan ekonomi, serta penurunan rasa aman di masyarakat. Tidak hanya itu, ketegangan yang terjadi dapat mengganggu proses perdamaian yang sedang dibangun di Papua. Dengan kata lain, potensi bencana sosial yang lebih besar bisa terjadi jika tindakan preventif dan respons cepat tidak dilakukan. Oleh karena itu, langkah-langkah untuk meredakan ketegangan, seperti dialog terbuka antara pihak-pihak yang terlibat dan penerapan kebijakan yang lebih inklusif, sangat penting untuk menghindari kerusuhan lebih lanjut yang dapat berdampak buruk bagi stabilitas sosial.

Aksi demo AMP yang berakhir dengan kericuhan di Yogyakarta memiliki potensi besar untuk berkembang menjadi bencana sosial jika tidak segera diredam. Kericuhan ini mencerminkan ketegangan sosial yang dapat meledak lebih besar jika tidak dikelola dengan bijak. Untuk itu, penting bagi pemerintah dan pihak berwenang untuk segera mencari solusi yang menenangkan dan melibatkan semua pihak terkait dalam dialog terbuka. Jika hal ini tidak dilakukan, potensi bencana sosial yang lebih besar bisa mengancam stabilitas sosial di seluruh Indonesia, yang tentu saja harus diwaspadai dan ditangani dengan serius.

Penulis

Muhamad Irfan Nurdiansyah

Head of Content KlikBencana

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Home
Buku
Blog
Search
Cart
0