Indonesia adalah negara yang kaya akan potensi alam, namun di sisi lain juga rawan terhadap bencana. Berdasarkan data terbaru dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2024, Indonesia rata-rata mengalami sekitar 3.500-4.500 kejadian bencana setiap tahunnya. Sebagian besar di antaranya adalah bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan angin puting beliung. Selain itu, letak geografis Indonesia yang berada di kawasan Cincin Api Pasifik membuat negara ini sangat rentan terhadap gempa bumi dan letusan gunung berapi. Rata-rata, lebih dari 250 gempa bumi signifikan terjadi setiap bulan di Indonesia. Letak strategis yang dilalui oleh tiga lempeng tektonik utama Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik semakin memperbesar risiko tersebut.
Sayangnya, tingkat kesiapan masyarakat Indonesia dalam menghadapi bencana masih sangat terbatas. Data survei tahun 2023 dari BNPB menunjukkan bahwa lebih dari 60% masyarakat Indonesia tidak memahami potensi bencana di wilayah tempat tinggal mereka. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat masih minim pengetahuan tentang risiko bencana dan cara untuk memitigasinya. Kondisi ini dapat meningkatkan potensi korban jiwa dan kerugian ekonomi yang besar ketika bencana terjadi. Padahal, teknologi dan inovasi untuk mitigasi bencana sudah tersedia. Salah satu contohnya adalah aplikasi InaRISK Personal, yang dapat memberikan informasi potensi ancaman bencana di lokasi tertentu. Aplikasi ini juga dilengkapi panduan keselamatan mulai dari tahap pra, saat, hingga pascabencana. Selain itu, platform seperti PetaBencana.id memungkinkan masyarakat melaporkan kejadian bencana secara real-time, membantu evakuasi dan penyebaran informasi secara cepat.
Memahami Bonus Demografi
Di tengah kerentanan terhadap bencana, Indonesia saat ini sedang menikmati momentum bonus demografi, yang diperkirakan mencapai puncaknya pada tahun 2030. Bonus demografi adalah kondisi ketika populasi usia produktif (15-64 tahun) lebih besar dibandingkan populasi non-produktif (usia anak-anak dan lanjut usia). Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), proporsi usia produktif di Indonesia diperkirakan mencapai 64% pada tahun tersebut, memberikan peluang besar untuk mempercepat pembangunan ekonomi.
Namun, bonus demografi bukanlah jaminan kesuksesan tanpa persiapan yang matang. Sebaliknya, jika tidak dikelola dengan baik, bonus demografi bisa menjadi "bencana demografi". Contoh nyata bisa kita lihat dari beberapa negara yang gagal memanfaatkan momentum ini, seperti Afrika Selatan dan beberapa negara di Timur Tengah. Di negara-negara tersebut, tingginya angka pengangguran, rendahnya pendidikan, dan minimnya infrastruktur berkualitas menyebabkan bonus demografi justru menjadi beban. Populasi usia produktif yang melimpah tanpa adanya peluang kerja dan akses pendidikan memicu peningkatan angka kemiskinan, ketimpangan sosial, dan bahkan konflik.
Indonesia Menuju "Indonesia Cemas"?
Jika Indonesia gagal mengelola bonus demografi, skenario serupa dapat terjadi. Generasi muda yang seharusnya menjadi tulang punggung pembangunan bisa menjadi korban bencana, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampaknya tidak hanya berupa kehilangan nyawa, tetapi juga terganggunya produktivitas ekonomi dan beban tambahan pada sistem sosial. Contoh lainnya adalah Filipina, yang meski memiliki populasi usia produktif yang tinggi, masih berjuang dengan kemiskinan dan infrastruktur yang buruk akibat kurangnya perencanaan strategis untuk mengelola bonus demografi.
Di sisi lain, ada negara seperti Korea Selatan dan Jepang yang berhasil memanfaatkan bonus demografi dengan investasi besar-besaran pada pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Korea Selatan, misalnya, memanfaatkan momentum ini untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan menciptakan lapangan kerja berbasis teknologi. Hasilnya, negara ini berhasil mentransformasi ekonominya menjadi salah satu yang paling maju di Asia.
Mengintegrasikan Kesadaran Bencana dalam Bonus Demografi
Untuk memastikan bonus demografi Indonesia tidak berubah menjadi bencana, kesadaran masyarakat tentang risiko bencana harus menjadi prioritas. Pemerintah harus mengintegrasikan mitigasi risiko bencana ke dalam strategi pembangunan, termasuk dalam visi besar Indonesia Emas 2045. Selain itu, sektor pendidikan memainkan peran sentral dalam membangun generasi yang tanggap bencana. Pendidikan bencana harus menjadi bagian dari kurikulum sekolah, dimulai dari jenjang pendidikan dasar hingga tinggi. Program seperti simulasi evakuasi, pelatihan tanggap darurat, dan penguatan desa tangguh bencana juga perlu diperluas.
- Anggaran Bencana Disunat? Relawan adalah Solusi?
- Antisipasi Bencana hidrometeorologi saat Pemilu, BPBD Siagakan Personel 24 Jam
- APA ITU PERUBAHAN IKLIM?
Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangat penting untuk mencapai tujuan ini. Pemerintah perlu meningkatkan investasi pada infrastruktur tahan bencana dan teknologi peringatan dini. Misalnya, pembangunan gedung sekolah dan rumah sakit yang tahan gempa di wilayah rawan. Di sisi lain, masyarakat juga harus diberdayakan untuk menjadi bagian dari solusi. Generasi muda, sebagai aset utama bonus demografi, perlu dilibatkan dalam kampanye sadar bencana dan inovasi berbasis komunitas.
Dari Indonesia Emas ke Indonesia Cemas
Visi Indonesia Emas 2045, yang bercita-cita menjadikan Indonesia sebagai negara maju dengan pendapatan tinggi, hanya dapat terwujud jika risiko bencana dikelola dengan baik. Tanpa langkah nyata, Indonesia bisa menghadapi skenario "Indonesia Cemas," di mana kerentanan terhadap bencana memperburuk ketimpangan dan kemiskinan. Dalam skenario ini, potensi besar dari bonus demografi justru menjadi tantangan berat yang menghambat pembangunan.
Namun, Indonesia masih memiliki peluang untuk mengubah ancaman ini menjadi peluang. Dengan memanfaatkan teknologi, meningkatkan kesadaran masyarakat, dan memperkuat kolaborasi antar pemangku kepentingan, Indonesia tidak hanya dapat mengatasi risiko bencana tetapi juga memastikan bonus demografi menjadi katalis untuk pembangunan. Momentum ini harus dimanfaatkan untuk membangun fondasi yang kokoh menuju Indonesia Emas 2045.
Menyongsong masa depan, langkah-langkah nyata seperti penguatan regulasi kebencanaan, peningkatan kapasitas SDM, dan alokasi anggaran yang memadai harus menjadi prioritas. Dengan pendekatan ini, Indonesia tidak hanya akan menjadi negara yang tangguh terhadap bencana, tetapi juga mampu memanfaatkan momentum bonus demografi untuk meraih mimpi menjadi negara maju.
ABOUT AUTHOR

Muhamad Irfan Nurdiansyah
Pusat Studi Bencana UGM dan Head of Content Klikbencana.com