Hubungi
Dampak Iklim Ekstrem pada Kemiskinan: Tantangan bagi Pembangunan Berkelanjutan

Perubahan iklim semakin nyata membawa dampak besar bagi kehidupan manusia di seluruh dunia. Variabilitas cuaca yang makin sulit diprediksi, seperti perubahan pola hujan dan peningkatan suhu, memengaruhi rantai sistem pangan dari hulu hingga hilir. Fenomena seperti El Nino dan La Nina membawa dampak pada produksi pertanian, ketersediaan air, dan bahkan ketahanan pangan masyarakat. Sebagai contoh, kekeringan El Nino yang melanda Papua Nugini dan wilayah Nusa Tenggara Timur mengakibatkan gagal panen yang parah, memicu terjadinya kerawanan pangan. 

Di Indonesia, dampak ini juga dirasakan di berbagai wilayah terpencil. Fenomena La Nina yang berulang, serangan belalang kembara di Sumba, hingga perubahan pola hujan di Sulawesi Tenggara telah menurunkan hasil panen tahunan. Di Yahukimo, Papua, kelaparan akibat gagal panen mengakibatkan tragedi kematian warga, mencerminkan betapa besar dampak perubahan iklim terhadap masyarakat rentan. 

Kemiskinan Ekstrem: Beban Ganda di Tengah Krisis Iklim

Di Indonesia, dampak tersebut terasa lebih berat pada kelompok masyarakat miskin ekstrem, yang tidak hanya menghadapi kesulitan ekonomi tetapi juga kerentanan tinggi terhadap perubahan iklim.  Kemiskinan ekstrem di Indonesia, yang pada 2021 tercatat sebesar 4% dari populasi atau 10,86 juta jiwa, menunjukkan betapa rapuhnya kelompok masyarakat ini terhadap dampak perubahan iklim. Menurut standar Bank Dunia, mereka yang hidup dengan pengeluaran di bawah US$1,9 per hari (sekitar Rp11.941 pada 2021) termasuk dalam kategori ini. Dengan daya beli yang minim, masyarakat miskin ekstrem sangat rentan terhadap kenaikan harga kebutuhan pokok akibat anomali iklim.

Laporan Kompas (2023) menunjukkan bahwa perubahan iklim, baik dalam kondisi basah (La Nina) maupun kering (El Nino), berkontribusi pada kenaikan pengeluaran masyarakat miskin. Pada 2030, proyeksi garis kemiskinan nasional dapat meningkat hingga Rp742.222 per kapita per bulan jika terjadi La Nina, atau Rp682.938 per kapita per bulan selama El Nino. Hal ini menunjukkan bahwa anomali iklim memperberat beban hidup masyarakat miskin ekstrem.

Strategi adaptasi iklim harus menjadi bagian dari kebijakan penanggulangan kemiskinan khususnya bagi kelompok miskin ekstrem. Diperlukan upaya sistemik untuk mengintegrasikan adaptasi perubahan iklim ke dalam kebijakan pembangunan serta penanggulangan kemiskinan dalam jangka pendek, menengah dan panjang.

Perubahan iklim merupakan ancaman nyata bagi upaya pembangunan berkelanjutan. Risiko ini memperdalam jurang ketidaksetaraan, mempersulit pengentasan kemiskinan, dan mengancam ketahanan masyarakat. Tanpa langkah adaptasi yang serius pada kelompok rentan ini, target pengurangan kemiskinan ekstrem menjadi semakin sulit dicapai.

Strategi adaptasi iklim harus menjadi bagian dari kebijakan penanggulangan kemiskinan khususnya bagi kelompok miskin ekstrem. Langkah ini dapat dilakukan dengan menjalankan skema perlindungan sosial bagi kelolompok rentan, peningkatan kapasitas pertanian berkelanjutan, penguatan infrastruktur sektor-sektor produktif, hingga pengembangan sistem ketahanan sosial yang responsif terhadap bencana.

Perubahan iklim tidak hanya merupakan tantangan lingkungan dan kebencanaan, tetapi juga ancaman sosial-ekonomi yang nyata, terutama bagi kelompok miskin ekstrem. Dengan dampak yang meluas pada ketahanan pangan dan garis kemiskinan, diperlukan upaya sistemik untuk mengintegrasikan adaptasi perubahan iklim ke dalam kebijakan pembangunan serta penanggulangan kemiskinan dalam jangka pendek, menengah dan panjang. Keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini akan menentukan masa depan yang lebih adil, berorientasi pada keselamatan dan berkelanjutan bagi semua lapisan masyarakat.

ABOUT AUTHOR

Founder Klikbencana.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Home
Buku
Blog
Search
Cart
0