Yogyakarta- Meningkatkan kesadaran akan mitigasi bencana sejak dini merupakan langkah penting dalam membangun ketangguhan masyarakat menghadapi ancaman bencana. SDN Pogung Kidul, Yogyakarta, menjadi salah satu sekolah yang sadar akan pentingnya hal ini. Pada 29 November 2024, sekolah tersebut menggelar kegiatan sosialisasi dan simulasi mitigasi bencana. Acara ini diselenggarakan atas kerja sama Tanoto Scholars Association (TSA) dan Pusat Studi Bencana (PSBA) Universitas Gadjah Mada (UGM). Mengusung tema “Empower and Prepare: Building a Culture of Safety in Schools", kegiatan ini berfokus pada kesiapsiagaan menghadapi gempa bumi dan banjir, dua bencana yang sering melanda Yogyakarta.
Baca juga:
- Anggaran Bencana Disunat? Relawan adalah Solusi?
- Antisipasi Bencana hidrometeorologi saat Pemilu, BPBD Siagakan Personel 24 Jam
- APA ITU PERUBAHAN IKLIM?
Kegiatan yang dilaksanakan di Aula PSBA UGM ini melibatkan para guru SDN Pogung Kidul. Mereka mendapatkan pelatihan mengenai pengenalan bencana, implementasi Program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB), serta potensi ancaman yang spesifik di wilayah Pogung Kidul. Salah satu pemateri, Muhamad Irfan Nurdiansyah dari PSBA UGM, menekankan bahwa pendidikan bencana merupakan elemen krusial dalam upaya mengurangi risiko bencana di Indonesia.
“Menurut World Risk Report (WRR) 2023, Indonesia menempati peringkat kedua negara paling berisiko bencana di dunia. Salah satu cara untuk menurunkan risiko ini adalah melalui pendidikan bencana. Program SPAB bertujuan agar masyarakat sekolah memahami langkah-langkah yang harus diambil saat bencana terjadi. Anak-anak perlu diajari cara menyelamatkan diri, bahkan menolong orang lain. Hal ini sesuai dengan riset pada gempa Great Hanshin Awaji 1995, yang menunjukkan bahwa 35% korban selamat karena upaya diri sendiri, 31,9% oleh anggota keluarga, dan 28,1% oleh teman atau tetangga. Hanya 1,7% yang diselamatkan oleh tim SAR,” ujar Irfan.
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari simulasi yang telah dilaksanakan sebelumnya, pada 8 November 2024, di SDN Pogung Kidul. Simulasi tersebut melibatkan seluruh murid dan memberikan gambaran nyata tentang apa yang harus dilakukan saat menghadapi situasi darurat. Kepala Sekolah SDN Pogung Kidul, Kristina Ernawati, menyampaikan apresiasinya terhadap pelatihan ini. Ia menjelaskan bahwa sekolahnya telah menerapkan kurikulum berbasis bencana sesuai arahan Dinas Pendidikan.
“Pelatihan ini memperkaya pengetahuan para guru yang nantinya akan disampaikan kepada para siswa. Dengan adanya himbauan dari dinas, kami semakin termotivasi untuk memperkuat pendidikan bencana di sekolah,” ujar Kristina. Ia juga menambahkan bahwa pelatihan ini menjadi pondasi yang kuat dalam membangun kesiapsiagaan di lingkungan sekolah.
Berdasarkan data dari Sekretariat Nasional SPAB tahun 2024, dari 500.000 sekolah di Indonesia, baru sekitar 40.000 sekolah yang menjalankan program SPAB. Ini menunjukkan bahwa masih ada pekerjaan besar yang harus dilakukan untuk memastikan setiap sekolah di Indonesia siap menghadapi bencana. Sekretariat Bersama (Sekber) SPAB sudah terbentuk di beberapa provinsi seperti DIY, Bengkulu, Sulawesi Selatan, Bangka Belitung, NTT, NTB, Jawa Barat, Aceh, dan Jakarta. Sementara di tingkat kabupaten/kota, Sekber SPAB hadir di Kota Bogor, Kota Palu, Kota Banda Aceh, Lombok Timur, Sikka, Rembang, dan Pidie Jaya.
Sebagai salah satu provinsi yang memiliki Sekber SPAB, DIY menjadi salah satu daerah yang aktif dalam menjalankan program ini. Langkah ini bertujuan untuk memastikan seluruh masyarakat sekolah mendapatkan pengetahuan yang memadai tentang bencana. DIY diharapkan dapat menjadi contoh bagi provinsi lain dalam mempercepat pembentukan dan implementasi SPAB, sehingga budaya sadar bencana dapat tumbuh lebih luas di Indonesia.
Ancaman bencana di Yogyakarta sendiri cukup signifikan. Posisi geografisnya yang berada di jalur pertemuan Lempeng Indo-Australia dan Eurasia menjadikan gempa bumi sebagai ancaman nyata. Selain itu, aliran Sungai Code yang melintasi kota sering kali menyebabkan banjir, terutama saat curah hujan tinggi. Oleh karena itu, kesiapsiagaan terhadap gempa bumi dan banjir menjadi prioritas dalam program SPAB di sekolah-sekolah Yogyakarta.
Baca juga:
- Waspada! Bendung Katulampa Siaga 1, Potensi Banjir Mengancam Jakarta
- WASPADA BENCANA!! LIBUR AKHIR TAHUN DI YOGYAKARTA DAN JAWA TENGAH
- Urgensi Ruang Literasi Digital Informasi Kebencanaan
Muhamad Irfan Nurdiansyah menambahkan bahwa kesiapsiagaan sekolah tidak hanya bermanfaat bagi komunitas sekolah itu sendiri, tetapi juga dapat menyebarkan kesadaran ke masyarakat sekitar. “Anak-anak yang sadar akan bahaya bencana dapat menjadi agen perubahan di lingkungan mereka. Dengan pengetahuan yang mereka miliki, mereka bisa mengedukasi keluarga dan tetangga mereka tentang langkah-langkah penyelamatan saat bencana,” jelasnya.
Melalui kegiatan kolaborasi TSA dan PSBA UGM ini, para guru di SDN Pogung Kidul diharapkan dapat menjaga keberlangsungan program SPAB. Sosialisasi dan simulasi yang terus dilakukan dapat meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan para siswa dan guru, sehingga mereka mampu menghadapi situasi darurat dengan lebih baik. Dengan pendidikan bencana yang terintegrasi dalam kurikulum, SDN Pogung Kidul menjadi salah satu contoh nyata bagaimana kolaborasi antara institusi pendidikan dan lembaga penanggulangan bencana dapat menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan tangguh. Langkah ini diharapkan dapat menginspirasi sekolah-sekolah lain di Yogyakarta dan seluruh Indonesia untuk mengikuti jejak serupa, memperkuat budaya sadar bencana, serta menciptakan generasi yang lebih siap menghadapi ancaman bencana di masa depan.
By Redaksi KlikBencana