Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan risiko bencana alam tertinggi. Menurut laporan World Risk Index 2023, Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara paling berisiko terhadap bencana, termasuk gempa bumi. Selain itu, Indonesia juga berada di peringkat pertama dalam hal potensi tsunami karena letak geografisnya yang berada di Cincin Api Pasifik, tempat pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia: Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Gempa bumi telah menjadi ancaman nyata bagi Indonesia, tidak hanya mengancam keselamatan jiwa tetapi juga berdampak pada infrastruktur, ekonomi, dan kehidupan sosial masyarakat.
Dalam sejarahnya, Indonesia pernah mengalami berbagai gempa bumi besar yang memakan banyak korban jiwa dan menimbulkan kerusakan parah. Salah satu yang paling mematikan adalah gempa bumi disertai tsunami di Aceh pada tahun 2004 yang menewaskan lebih dari 230.000 orang. Peristiwa lainnya adalah gempa Yogyakarta 2006 yang menyebabkan lebih dari 5.700 korban jiwa serta gempa Lombok 2018 yang merenggut ratusan nyawa. Berbeda dengan Jepang yang juga berada di kawasan rawan gempa, dampak gempa di Indonesia sering kali lebih besar, baik dari segi jumlah korban jiwa maupun kerugian material. Hal ini menimbulkan pertanyaan: mengapa gempa bumi di Jepang jarang menelan korban jiwa, sementara di Indonesia dampaknya sangat destruktif?
Pentingnya Kesiapsiagaan
Jepang dikenal sebagai salah satu negara dengan sistem mitigasi bencana terbaik di dunia. Negara ini memiliki teknologi bangunan tahan gempa yang sangat maju. Semua bangunan baru di Jepang harus mematuhi standar ketat yang memastikan mereka mampu menahan guncangan gempa. Selain itu, Jepang juga memiliki sistem peringatan dini yang sangat efektif. Sistem ini dapat memberikan peringatan beberapa detik atau menit sebelum gempa terjadi, memberikan waktu bagi masyarakat untuk mencari tempat aman. Bahkan, budaya kesiapsiagaan sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Jepang. Anak-anak di sekolah secara rutin dilatih evakuasi, dan masyarakat secara umum telah memahami langkah-langkah darurat yang harus dilakukan saat gempa melanda.
Gempa bumi bukanlah ancaman yang tidak bisa diatasi. Jepang telah membuktikan bahwa dengan sistem mitigasi yang baik, korban jiwa dan kerugian akibat gempa dapat diminimalkan. Investasi dalam teknologi, penguatan infrastruktur, peningkatan kesadaran masyarakat, dan koordinasi antarinstansi menjadi kunci untuk mengurangi dampak gempa di masa depan.
Berbeda dengan Jepang, kesiapan Indonesia dalam menghadapi gempa bumi masih jauh dari kata maksimal. Salah satu faktor utama adalah kurangnya infrastruktur yang tahan gempa. Banyak bangunan di Indonesia, terutama di daerah padat penduduk seperti Jawa dan Sumatra, tidak dirancang untuk menahan gempa. Hal ini membuat bangunan rentan runtuh dan menjadi penyebab utama tingginya angka korban jiwa. Padahal, nenek moyang bangsa Indonesia telah mewariskan arsitektur tradisional seperti rumah adat yang tahan terhadap guncangan gempa. Sayangnya, kearifan lokal ini mulai tergeser oleh pembangunan modern yang kurang memperhatikan risiko bencana.
Selain itu, kesadaran masyarakat Indonesia terhadap mitigasi bencana masih perlu ditingkatkan. Meski upaya telah dilakukan, seperti sosialisasi melalui sekolah dan komunitas, banyak masyarakat yang belum terlatih menghadapi gempa. Proses evakuasi sering kali lambat, dan minimnya informasi terkini menjadi kendala besar. Dalam beberapa kasus, penanganan bencana juga terkendala oleh koordinasi yang kurang efektif antara pemerintah pusat, daerah, dan lembaga terkait. Dampaknya, respons terhadap gempa sering kali terlambat, sehingga jumlah korban dan kerugian semakin meningkat.
- Waspada! Bendung Katulampa Siaga 1, Potensi Banjir Mengancam Jakarta
- WASPADA BENCANA!! LIBUR AKHIR TAHUN DI YOGYAKARTA DAN JAWA TENGAH
- Urgensi Ruang Literasi Digital Informasi Kebencanaan
Namun, bukan berarti Indonesia tidak berupaya memperbaiki situasi. Pemerintah telah meluncurkan berbagai program untuk meningkatkan kesadaran dan kesiapan masyarakat menghadapi gempa bumi. Program ini meliputi pelatihan mitigasi bencana, penguatan infrastruktur, dan pengembangan teknologi bangunan tahan gempa. Salah satu contoh keberhasilan adalah pengembangan sistem peringatan dini tsunami oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Meski demikian, tantangan masih tetap besar, terutama dalam memastikan bahwa upaya mitigasi menjangkau seluruh wilayah, termasuk daerah-daerah terpencil yang rawan gempa.
Jika dibandingkan dengan Jepang, perbedaan mendasar terletak pada tingkat kesiapan dan alokasi sumber daya. Jepang telah berinvestasi besar-besaran dalam penelitian dan pengembangan teknologi untuk mitigasi bencana. Selain itu, pengalaman panjang Jepang dalam menghadapi gempa memberikan pelajaran berharga yang terus diterapkan untuk meningkatkan sistem perlindungan masyarakat. Sementara itu, Indonesia masih berada dalam tahap membangun infrastruktur dan kesadaran masyarakat, yang membutuhkan waktu dan sumber daya yang tidak sedikit.
Dari sini, dapat disimpulkan bahwa gempa bumi bukanlah ancaman yang tidak bisa diatasi. Jepang telah membuktikan bahwa dengan sistem mitigasi yang baik, korban jiwa dan kerugian akibat gempa dapat diminimalkan. Indonesia, sebagai negara dengan risiko gempa yang tinggi, perlu belajar dari pengalaman Jepang. Investasi dalam teknologi, penguatan infrastruktur, peningkatan kesadaran masyarakat, dan koordinasi antarinstansi menjadi kunci untuk mengurangi dampak gempa di masa depan. Dengan kesiapan yang lebih baik, gempa bumi dapat dihadapi tanpa menimbulkan dampak destruktif yang besar.
ABOUT AUTHOR

Muhamad Irfan Nurdiansyah
Pusat Studi Bencana, UGM dan Head of Content Klikbencana.com